Saturday, January 12, 2013

Sejarah Tradisi Islam Nusantara


A.    Pengertian Tradisi
Tradisi Islam nusantara adalah sesuatu yang menggambarkan tradisi Islam dari berbagai daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut.
B.     Pengertian Seni Budaya
Seni merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa sehingga merupakan sesuatu yang indah. Seni merupakan kebutuhan yang lebih tinggi diantara lainnya karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan proses evolusi manusia untuk dekat kepada Allah SWT.
Berikut ini adalah pengertian seni budaya menurut para ahli:
-                    HARRY SULASTIANTO
Seni budaya adalah suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran ekstra, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.
-                    IDA BAGUS PUTU PERWITA
Seni budaya merupakan penunjang sarana upacara adat.
-                   SARTONO KARTODIRDJO
Seni budaya adalah sistem yang koheren karena seni budaya dapat menjalankan komunikasi efektif antara lain dengan melalui satu bagian saja dapat menunjukkan keseluruhannya.
-                    M. THOYIBI
Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan sejarah peradaban manusia.
C.    Tradisi & Upacara Adat Bernuansa Islami
Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat masing-masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun temurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya namun memberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh tradisi kesukuan di Indonesia yang bernuansa Islam:
Ø  Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo’a kepada Allah dengan membaca surah Yasin dan beberapa surah dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan mendo’akan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
Ø  Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
Ø  Grebeg Maulid
Acara ini merupakan puncak peringatan maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini, dengan Sri Sultan beserta pembesar Keraton Yogya hadir di mesjid Agung. Dilanjutkandengan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi dengan ceramah agama.
Ø  Takbiran
Takbiran dilakukan dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong (takbir keliling).
Ø  Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatihuntuk membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang salib. Peringatan Maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata. Di Indonesia peringatan ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai rakyat biasa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat nabi (Barzanji) maupun kegiatan lainnya seperti perlombaa-perlombaan yang bersifat Islami.
Ø  Tabut/Tabuit
Dilaksanakan pada hari asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rosulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan makanan. Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerah Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
Ø  Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Qur’an (Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).
Ø  Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).
Dalam seni tradisi islam ini, syiiran shalawat dilantunkan secara rampak dengan diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat lokal, tabuhan rebana ini disebut genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mendekati bunyi rebana yang mirip bunyi “jring”, orang bilang “genringan”. Seperti halnya kesenian Islam lain, kesenian ini menggunakan dasar dari kitab Al-Berjanji. Dimana sebuah kitab yang berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
Kesenian ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk mengarak sunatan. Dalam prosesi ini, gengring dilakukan sambil jalan beberapa ratus meter menyambut datangnya pengantin sunatan yang datang dari tempat disunat tersebut. Si anak dinaikkan becak yang telah dihias, yang kemudian dibelakangnya diikuti para pemain genjring. Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini dimaksudkan selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada si anak (karena perhatian tertuju pada keramaian), juga dimaksudkan adanya hikmah dari pembacaan sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh antara 12 sampai 30 orang. Penabuh terbang bisa bergantian dan nyanyian dilakukan secara serempak dengan menggunakan bahasa arab.
Ø  Kesenian Singiran
Kesenian ini sangat jarang ditemui karena semakin punah, seiring kemajuan jaman, meninggalnya para pelakunya, dan sengaja di counter kelompok tertentu (islam modern) karena dianggap ada penyimpangan dari Islam. Kesenian Singiran merupakan salah satu bagian integral dari ekspresi seni tradisi ummat Islam. Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi memperingati seribu hari kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari) salah satu warga. Jika dilihat dari isinya, seni tradisi ini berisikan nasehat-nasehat bagi si mayat dan nasehat kebajikan bagi anak cucu yang masih hidup untuk selalu mendoakan orang tua mereka.
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai “ Singir Ndjaratan” yang artinya “tembang kematian”. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan. Kesenian ini tidak menggunakan alat musik, namun diiringi tahlil bersama sepanjang pembacaan singir-singirnya. Sedangkan irama atau langgam singir digunakan langgam-langgam macapat. Secara garis besar kesenian ini diawali dengan pembacaan tahlil, kemudian bacaan singir secara bergantian, dan kemudian pembacaan sholawat (srokal) serta diakhiri dengan doa.
Ø  Kasidah
Kasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: “قصيدة”, bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi bintang yang dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern, misalnya: biola, gitar listrik, keyboardflute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang yang semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Di tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album kasidah modern. dan
Ø  Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa yang sampai saat ini tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang sekaligus seniman yang memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya. Mereka mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai kubutuhan spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi. Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang tua ( rata-rata di atas 50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah lebih senang kesenian yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini mulai jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi lain yang berkembang di daerah atau suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
D.    Seni Budaya Lokal Bernuansa Islami
Sebagaimana  kita ketahui  bahwa masyarakat Indonesia mempunyai berbagai budaya. Terlebih budaya-budaya itu mengandung seni keislamannya. Namun jauh sebelumnya, bangsa Indonesia sudah memeluk agama Hindu Budha. Domisnasi kebudayaan ini berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Islam datang dan mempengaruhi kebudayaanlokal. Maka terjadilah perpaduan antara kebudayaan local Hindu Budha dengan kebudayan islam. Dalam pekembangan selanjutnya, dominasi kebudayaan islam local semakin kuat dan menjadi kebudayaan Nusantara yang bercorak Islam.
Nuansa seni Islami yang telah digarap dan dipopulerkan masyarakat Islam di Indonesia berpuluh-puluh tahun antara lain:
a.      Seni kaligrafi Al-Qur’an dan Al-Hadits
Seni Kaligrafi yang artinya karya tulis tangan indah hasil kreasi estetik seseorang yang berguna untuk memenuhi kebutuhan jiwa muslim (rohani) dalam mencintai Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi. Karena keindahannya, seni kaligrafi ini dapat difunsikan untuk hiasan, logo, stempel, sampul kitab, pesan-pesan tauhid dan moral untuk kaum muslimin, penulisan ayat-ayat Al-Qur’an, dan masih banyak lagi fungsi-fungsinya.
Di Indonesia, seni Kaligrafi ini telah berkembang mulai abad 12 masehi atau semenjak kerajaan Islam muncul dan berdiri dibeberapa wilayah Indonesia, seperti Aceh, Demak, Ternate, Tidore, Maluku, Cirebon, Banten, Madura, Nusa Tenggara barat, dan sebagainya.
Adapun corak atau gaya seni Kaligrafi, yang berkembang di Indonesia, antara lain, seperti gaya kufi, gaya Naskhi, gaya Ri’qi, gaya Farisi, dan gaya   Diwani.
Gaya kufi ini terdiri dari bentuk-bentuk geomatris kaku dan matematik. Biasanya digunakan untuk mengias masjid, gedung-gedung pemerintah, tembok-tembok dinding istana raja, gapura masjid, majalah, benda-benda senjata dan sebagainya.
b.       Hiasan (ornament) Arabeska
Ragam hias Arabeska, yaitu jenis hiasan yang salin jalin menjalin simpai, lilit melilit tumpang tindih seperti irama huruf Arab. Ragam hias ini sebenarnya isinya berupa sederetan huruf Arab, tetapi dibentuk seperti bentuk binatang, (burung, singa, kuda) manusia maupun buah-buahan, dan sebagainya.
c.       Seni music (Handasah al-Shawt)
Istilah music berasal dari bahasa arab “musiqa” artinya suara. Dalam pengertian Islam, music atau Handasah al Shawt adalah terbatas pada kualitas suara untuk jenis irama atau lagu dalam pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Jadi pembahasan music Islam tidak bertalian dengan keberadaan kualitas instrumentalnya atau kualitas vokalitasnya.
d.      Seni Arsitektur
Kehadiran Islam telah mendorong lahirnya ciptaan-ciptaan baru dalam seni bangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Islam, misalnya bangunan masjid sebagai pusat beribadah dan berkumpulnya umat Islam. Masjid di Aceh, Demak, Kudus dan di daerah lain di Nusantara merupakan kekayaan seni arsitektur yang terus berkembang sampai sekarang. Karya seni arsitektur pengaruh Islam juga tampak dalam bangunan keraton-keraton kerajaan Islam. Disamping itu, seni arsitektur juga tampak dalam makam-makam para raja kerajaan Islam di Nusantara.
e.      Seni Tari
Di beberapa daerah di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berkaitan dengan bacaan shalawat. Misalnya pada seni rebana diikuti dengan tari-tarian zipin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu-lagu tertentu.

f.        Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada zaman Islam umumnya berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis, meskipun pembagian itu tidak dapat dilakukan secara tegas sebab sering terjadi suatu naskah dapat dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus.
Jenis-jenis karya sastra zaman Islam di antaranya adalah sebagai berikut:
a.      Hikayat
Hikayat adalah cerita atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan. Tidak jarang hikayat berpangkaI pada tokoh-tokoh sejarah atau peristiwa yang benar- benar terjadi.
b.      Babad
Babad adaIah dongeng yang sengaja diubah sebagai cerita sejarah. DaIarn babad, tokoh, tempat, dan peristiwa harnpir semua ada daIam sejarah, tetapi penggarnbarannya diIakukan secara berlebihan. Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Giyanti, dan Babad Pakepung. Di daerah Melayu, babad dikenaI dengan nama sejarah sarasilah (siIsilah) atau tambo, yang juga diberi juduI hikayat. Contohnya Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah Perak.
c.       Suluk
SuIuk adaIah kitab-kitab yang menguraikan soaI tasawuf. Kitab suluk sangat rnenarik karena sifatnya pantheisme, yaitu menjeIaskan tentang bersatunya rnanusia dengan Tuhan (mangunggaling kawulo lan Gusti). Pujangga-pujangga kerajaan dan para waIi banyak menghasiIkan karya-karya sastra jenis suIuk ini, antara lain ; sunan Bonang (mengernbangkan iImu suIuk daIam bentuk puisi yang dibukukan daIam Kitab Bonang), Hamzah Fansuri (menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman), misalnya Syair Perahu dan Syair dagang.